Senin, 12 Januari 2015

TUGAS 5 SOFTSKILL ETIKA PROFESI AKUNTANSI




NAMA           : DIAH BUDIASIH (22211010)
KELAS          : 4EB05
TUGAS 5 SOFTSKILL ETIKA PROFESI AKUNTANSI
DESKRIPSI MENGHADAPI MEA JIKA KITA MENJADI JOB SEEKER ATAU JOB CREATOR
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah realisasi tujuan akhir dari integrasi ekonomi yang dianut dalam Visi 2020, yang didasarkan pada konvergensi kepentingan negara-negara anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang ada dan baru dengan batas waktu yang jelas. dalam mendirikan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), ASEAN harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip terbuka, berorientasi ke luar, inklusif, dan berorientasi pasar ekonomi yang konsisten dengan aturan multilateral serta kepatuhan terhadap sistem untuk kepatuhan dan pelaksanaan komitmen ekonomi yang efektif berbasis aturan.

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan membentuk ASEAN sebagai pasar dan basis produksi tunggal membuat ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan mekanisme dan langkah-langkah untuk memperkuat pelaksanaan baru yang ada inisiatif ekonomi; mempercepat integrasi regional di sektor-sektor prioritas; memfasilitasi pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil dan bakat; dan memperkuat kelembagaan mekanisme ASEAN. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Pentingnya perdagangan eksternal terhadap ASEAN dan kebutuhan untuk Komunitas ASEAN secara keseluruhan untuk tetap melihat ke depan, karakteristik utama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) :

  1. Pasar dan basis produksi tunggal
  2. Kawasan ekonomi yang kompetitif
  3. Wilayah pembangunan ekonomi yang merata, dan
  4. Daerah terintegrasi penuh dalam ekonomi global 




Karakteristik ini saling berkaitan kuat. Dengan Memasukkan unsur-unsur yang dibutuhkan dari masing-masing karakteristik dan harus memastikan konsistensi dan keterpaduan dari unsur-unsur serta pelaksanaannya yang tepat dan saling mengkoordinasi di antara para pemangku kepentingan yang relevan.

Asean Economic Community atau MEA bukan merupakan hal yang dapat diselesaikan dengan persaingan melainkan dengan kolaborasi. Pemuda cenderung lebih aktif dan kreatif dan inovatif, oleh karena itu akan sangat menguntungkan jika kemampuan dari masing-masing pemuda tersebut dapat dikolaborasikan. Kemampuan mereka dilihat dari aspek intelektualitas, kecerdasan dan penguasaan wawasan keilmuan. Ilmu dan wawasan yang dimiliki selain akan memperluas cakrawala pandangan, juga memberikan bekal teoritis maupun praktis dalam pemecahan masalah. Seorang pemuda akan dapat dengan mudah menyelesaikan masalah yang ada yang pada masa dahulu pernah ditemui manusia dan dirumuskan dalam berbagai teori pemecahannya. Atau, jika hal yang ada belum pernah ditemui sebelumnya, maka mereka sudah memiliki bekal yang metodologis dan sistematis tentang bagaimana cara menemukan pemecahan masalah-masalah yang ada. Dengan kemampuan pemuda yang seperti itu tidak dapat dipungkiri bahwa modal terbesar indonesia terletak pada generai muda dan keterlibatan pemuda dalam berbagai masalah, khususnya ekonomi.
Mahasiswa sebagai penerus generasi merupakan ladang utama orang-orang yang mempunyai daya kreatif tinggi. Mahasiswa yang berilmu pengetahuan luas, menyukai hal-hal baru, bersemangat juang tinggi, berpikiran kritis, dan berkepedulian sosial tinggi, merupakan agen yang mampu mengembangkan perekonomian Indonesia dengan menciptakan lapangan pekerjaan. Mahasiswa yang telah berani berwirausaha membuktikan bahwa usaha yang dilakukan mereka dapat membuahkan hasil yang manis karena selain menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang lain, menambah pengalaman diri sendiri, juga dapat memotivasi mahasiswa lain untuk melakukan hal yang serupa.
Mahasiswa sebagai pemikir bangsa berperan untuk memberikan solusi bagi kedaulatan bangsa dan negara  di bidang ekonomi. Mahasiswa sebagai elemen bangsa dengan potensi pemikirannya besar sekali peran dan fungsinya, misalnya dengan mengadakan penelitian-penelitian, membuat karya tulis di berbagai media, atau seminar-seminar dalam rangka mencari solusi bagi bangsa dan negara untuk menuju bangsa yang berdaulat di bidang ekonomi.
Selain itu mahasiswa juga dapat berperan aktif sebagai wirausaha muda yang memiliki daya pikir kreatif, inovatif dan kritis sehingga akan mampu bersaing dengan mahasiswa dari negara ASEAN lain.
Untuk memasuki masyarakat ekonomi ASEAN 2015 saya akan mempersiapkan diri untuk menjadi job seeker terlebih dahulu. Alasan utama saya untuk menjadi job seeker adalah saya seorang mahasiswa dari salah satu universitas swasta di Indonesia yang belum mempunyai pengalaman bekerja (fresh graduate), oleh karena itu saya ingin mencari pengalaman bekerja dari beberapa perusahaan di Indonesia, selain itu saya juga ingin menambah ilmu dan menggali potensi yang saya miliki yang telah dipakai di bangku kuliah.
Dalam memasuki masyarakat ekonomi ASEAN 2015 ini memang bukan hal yang mudah. Oleh karena itu dengan menggunakan modal yang cukup ilmu saja tidak cukup, tetapi dibutuhkan mental yang kuat dalam menghadapi persaingan ini. Dan untuk diri saya sendiri mental yang kuat ini akan saya persiapkan dengan sangat matang agar saya lebih siap dan dapat bersaing bersama-sama  di masyarakat ekonomi ASEAN 2015 ini.
Langkah berikutnya yang akan saya lakukan untuk menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN 2015 adalah untuk menjadi job creator. Job creator ini adalah salah satu cita-cita saya, karena dengan menjadi job creator ini saya bisa langsung mempraktekan dan memberikan ilmu yang saya miliki dilapangan. selain itu, saya juga ingin menciptakan lapangan pekerjaan baru agar mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia. Namun, untuk menjadi job creator harus mempersiapkan beberapa hal dan melakukan beberapa upaya. Hal-hal dan upaya untuk menjadi job creator ini bisa saya dapatkan selama saya menjadi job seeker. Salah satunya adalah modal yang saya dapatkan untuk membuka suatu peluang usaha atau lapangan pekerjaan ini merupakan hasil jerih payah saya selama menjadi job seeker.
Di samping itu dengan berwirausaha akan menciptakan lapangan pekerjaan baru dan akan menanamkan pada setiap pribadi untuk menjadi job creator bukan job seeker sehingga saya mampu menciptakan produk-produk baru yang inovatif dan mempunyai daya guna tinggi bagi masyarakat luas. Saya berharap langkah-langkah yang saya lakukan ini dapat berjalan sesuai dengan rencana agar saya mampu bersaing menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN pada 2015 ini.

TUGAS 3 SOFTSKILL ETIKA PROFESI AKUNTANSI



TUGAS 3 ANALISIS JURNAL KECURANGAN
Analisis Jurnal “FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU TIDAK ETIS DAN KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI SERTA AKIBATNYA TERHADAP KINERJA ORGANISASI”

Judul                 : FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU TIDAK ETIS DAN KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI SERTA AKIBATNYA TERHADAP KINERJA ORGANISASI
Penulis             : SITI THOYIBATUN
Universitas      : UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Nomor Jurnal  : Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan ISSN 1411-0393
Akreditasi No. 110/DIKTI/Kep/2009

ABSTRACT
Kecenderungan kecurangan akuntansi (KKA) ditandai dengan adanya tindakan dan kebijakan menghilangkan atau penyembunyian informasi yang sebenarnya untuk tujuan manipulasi. Anehnya, KKA kadang malah dipilih karena menjanjikan keuntungan yang lebih besar bagi dirinya sendiri, namun beberapa pihak tidak menyetujui KKA. Penelitian ini dilaksakan di Perguruan Tinggi Negeri se Jawa Timur yang berada di bawah naungan Depatemen Pendidikan Nasional dan Depatemen Agama dengan desain penelitian survey dan kuesioner sebagai instrumen. Penelitian ini berfokus pada studi keperilakuan dengan unit analisis pejabat dan semua staf yang mendapat delegasi wewenang sebagai pengguna anggaran, penyelenggara akuntansi, dan pembuat laporan akuntabilitas di PTN. Dari 360 buah kuesioner yang dikirim ada 146 yang kembali, ini berarti bahwa tingkat respon mencapai 40,56%. Mereka dari 19 Perguruan Tinggi Negeri. 130 kuesioner yang diterima dinyatakan memenuhi syarat sebanyak 130 dan dianalisis dengan teknik regresi, 16 kuesioner yang terisi tidak dianalisis karena tidak lengkap pegisiannya. Hasil studi menunjukkan bahwa 1) kesesuaian sistem pengendalian intern, sistem kompensasi, dan ketataan aturan akuntansi berpengaruh terhadap perilaku tidak etis, 2) kesesuaian sistem pengendalian intern, sistem kompensasi, ketataan aturan akuntansi, dan perilaku tidak etis berpengaruh terhadap KKA, 3) KKA tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja. Sistem kompensasi dan ketaatan aturan akuntansi merupakan faktor yang efektif untuk mengendalikan perilaku tidak etis dan KKA. Hasil studi ini memberikan saran bahwa 1) sistem pengendalian intern yang diterapkan hendaknya mempertimbangakn kebermanfaatannya untuk mengendalikan keamanan aset dan informasi organisasi, 2) sebaiknya dipertimbangkan masalah pelanggaran etis yang pernah dilakukan karyawan sebagai dasar dalam penentuan tugas yang pada akhirnya nanti akan dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan honorarium.
Kata kunci: kesesuaian sistem pengendalian intern, sistem kompensasi, ketataan aturan akuntansi, perilaku tidak etis, dan Kecenderungan Kecurangan Akuntansi
LATAR BELAKANG
Kasus Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (KKA) di Indonesia terjadi secara berulang- ulang. Media massa banyak mem-beritakan hal tersebut sehingga bagi masya-rakat kasus KKA sepertinya bukan rahasia lagi. Pada sektor publik KKA dilakukan dalam bentuk kebocoran Anggaran Penda-patan dan Belanja Negara (APBN). Di sektor swasta bentuk KKA juga terjadi dalam bentuk yang sama yaitu ketidaktepatan dalam membelanjakan sumber dana. Hal demikian terjadi pula pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (Wilopo, 2006).
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sebagai lembaga publik ditengarai tidak terlepas dari hal demikian. Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2010 di antaranya menginformasikan bahwa terdapat sisa dana bantuan sosial yang tidak tersalurkan belum disetor kembali ke kas negara, terdapat pembayaran ganda hono-rarium dan perjalanan dinas, dan juga terdapat rekening aktif yang dibuka tanpa memberi tahu kementerian keuangan sehingga illegal (kompas, 14 Juli 2011). Bentuk lain terungkap dari hasil pengujian kepatuhan yang mengungkap adanya hal material dari ketidakpatuhan yang ber-dampak pada kewajaran laporan keuangan (BPK, 2007). Oleh karenanya, disarankan oleh BPK agar kelemahan yang ada segera di atasi agar fungsi pengendalian dan pengawasan, serta kepatuhan terhadap aturan yang berlaku ditingkatkan efektifitasnya.
Terjadinya KKA membuat organisasi atau lembaga yang dikelola menjadi rugi. Sebagai contoh, volume produktivitas organisasi melemah, belanja sosial organisasi semakin sedikit, kepercayaan masya-rakat yang dilayani beralih ke organisasi lain, dan mitra kerja tidak selera lagi untuk tetap bekerja sama. Di sisi lain kasus KKA tidak terlepas dari pemberitaan media massa. Jika demikian yang terjadi, reputasi dan citra organisasi yang terbangun selama ini menjadi sulit untuk dijadikan daya saing dalam meraih persaingan pasar yang semakin tajam.
Menghadapi bahaya tersebut banyak pihak setuju agar tidak memberikan pe-luang bagi terjadinya KKA melalui berbagai kebijakan. Untuk itulah KKA perlu ditang-gulangi. Antara lain, TAP MPR XVI Tahun 1998, UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dan PP No. 71 Tahun 2000 tentang Peran serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Soepardi, 2007). Perkembangan ini menandakan bahwa semua pihak berkeinginan menangani KKA secara serius dan untuk itu diperlukan lingkungan yang kondusif.
Kenyataannya KKA tetap terjadi dan berkembang dari sisi kualitas dan kuantitas. Masyarakat kecewa terhadap perkemba-ngan ini, sebab lembaga-lembaga tersebut seharusnya jujur dan tertib, serta menjadi sumber kekuatan dalam membangun per-kembangan ekonomi Indonesia. PTN sebagai lembaga publik diharap memiliki ciri dan komunitas yang berbeda dengan lembaga publik di atas dan terpelihara dari KKA (Toenlioe, 2007).
Penanganan KKA memerlukan usaha yang lebih baik. Untuk itu hal pertama yang perlu ditelusuri adalah identifikasi sebab- sebab utama terjadinya KKA. Alasannya, dengan informasi tersebut dapat dirumus-kan strategi yang lebih tepat untuk menurunkan taraf terjadinya KKA yang ditimbulkan oleh faktor penyebab tersebut.
Pada penelitian sebelumnya KKA diketahui bahwa KKA dipengaruhi secara negatif oleh kesesuaian Sistem Pengen-dalian Intern dan dipengaruhi secara positif oleh Sistem Kompensasi. Berarti berdasar temuan tersebuat KKA akan cenderung meningkat ketika gaji yang dibayarkan semakin banyak. Hal demikian tidak mendukung tujuan kenaikan gaji yang dilakukan yang salah satunya adalah agar taraf kejadiaan KKA menurun. Oleh karena itu melalui penelitian ini ingin diketahui juga pengaruh faktor ketaatan terhadap aturan perilaku tidak etis dan KKA sebagai upaya untuk mendapat informasi yang lebih lengkap mengenai penyebab terjadi-nya KKA.

VARIABEL PENELITIAN
Variabel Independen            :
kesesuaian sistem pengendalian intern (X1), sistem kompensasi (X2) ketataan aturan akuntansi, perilaku tidak etis (X3)
Variabel Dependen               :
Kecenderungan Kecurangan Akuntansi  (Y), Kinerja Organisasi (Z)
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah survey tipe confirmatory research (Newman, 1991), yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengonfir-masi keberlakuan model yang didapat dari teori dan kajian penelitian terdahulu. Pene-litian dilaksanakan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) se Jawa Timur yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama. Data penelitian dikumpulkan selama empat bulan, yaitu mulai Juli sampai Oktober 2008. Penelitian ini tidak menggunakan sampel karena ingin diperoleh informasi yang berkenaan dengan seluruh keragaman yang ada.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah pejabat dan semua pihak yang mendapat delegasi wewenang dan tanggung jawab untuk terlibat dalam penggunaan dana yang dianggarkan, penyelenggaraan akun-tansi, dan pembuatan laporan akuntabilitas.
Kuesioner sebagai instrumen penelitian dikembangkan peneliti dengan pokok-pokok pikiran yang dikembangkan ber-dasar penelitian Wilopo (2006) dan pene-litian lain yang telah ada. Perilaku tidak etis berdasar Tang dan Chiu (2003), KKA berdasar ketentuan SPAP (IAI, 2001), Kesesuaian SPI berdasar SPAP (IAI, 2001), sistem kompensasi (Dallas, 2002), Ketaatan aturan akuntansi IAI (2004), dan Akuntabilitas Kinerja berdasar pendapat Mustopodidjaja (2000).
Uji coba instrumen dilakukan terhadap 72 orang mahasiswa S2 dan S3 yang minimal memiliki pengalaman 2 tahun sebagai dosen. Analisis butir dengan korelasi Product Moment sebagai uji validitas menunjukkan nilai r terendah 0,580 dan tertinggi 0,907 yang berarti instrumen valid. Reliabilitas instrumen dianalisis dengan alpha cronbach menunjukkan nilai alpha terendah 0,671 dan tertinggi 0,850. Ini berarti bahwa instrumen reliabel. Prosedur pengumpulan data diperoleh dengan cara membagi kuesioner kepada semua respon-den. Untuk daerah Malang dan Surabaya kuesioner disampaikan dengan berkunjung langsung sedangakn di luar kedua lokasi dikirim dan diterima kembali via pos. Setelah semua data memenuhi sarat melalui uji asumsi klasik, berikutnya data di analisis dengan regresi linier.
HASIL PENELITIAN
Pengaruh Kesesuaian SPI terhadap Perilaku Tindak Etis dan KKA
Hasil uji empiris penelitian ini sesuai dengan analisis di dalam teori agensi. Teori agensi menjelaskan organisasi sebagai hubungan kontrak antara pengelola dan prinsipal yang sarat dengan berbagai kepentingan dari setiap pihak. Ketika ke pentingan salah satu pihak terganggu kesempatannya untuk terpenuhi maka ada kemungkinan bagi mereka untuk ber-perilaku menyimpang. Oleh karenanya diperlukan struktur yang dapat membatasi perilaku pengelola.
Temuan tersebut konsisten dengan pendapat Beu dan Buckley (2001) yang melaporkan adanya pengaruh lingkungan (sebagai salah satu komponen pengendalian internal) yang ditata terhadap usaha untuk menekan munculnya perilaku tidak etis. Penelitian mereka berdua menyarankan agar lingkungan dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat menjadi petunjuk bagi bentuk perilaku yang diinginkan. Hal ini mendukung analisiS.
Boynton (2002) yang menunjukkan bahwa pelaksanaan SPI berhubungan dengan tingkat kecurangan atau kepatuhan ter-hadap peraturan dalam membuat laporan akuntabilitas.
Hasil uji hipotesis kedua mendukung analisis di dalam teori agensi dan konsisten dengan penelitian sebelumnya bahwa kualitas SPI berpengaruh pada tes transaksi dan tes detail terhadap neraca, aktivitas deteksi fraud, dan kejadian fraud. Semakin sesuai SPI dengan tujuannya semakin sederhana deteksi fraud perlu dilakukan. Lane and O'Connell (2009) juga menegaskan bahwa jika bentuk penekanan untuk mengikuti SPI diperhatikan secara khusus, akan mengurangi fraud.

Pengaruh Sistem Kompensasi terhadap Perilaku Tidak Etis dan KKA.
Indikator pembentuk peubah sistem kompensasi dalam penelitian ini diadopsi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan pada perusahaan yang bertujuan mencari laba. Pada hal dalam praktik, sistem kompensasi PTN memiliki kondisi yang berbeda dengan perusahaan swasta yang berfokus pada tujuan mencari laba.
Sistem kompensasi yang berlaku di peru sahaan swasta mengindikasikan hubungan yang signifikan antara jumlah kesejahteraan dengan kinerja karyawan. Ketika karyawan mencapai kinerja yang semakin baik se-makin baik pula kesejahteraan yang akan diperoleh. Keadaan demikian memberikan dorongan kepada pengelola perusahaan untuk memperbaiki kinerjanya.
Temuan penelitian ini tidak konsisten dengan Wilopo (2006) yang menunjukkan bahwa pemberian kompensasi yang sesuai pada perusahaan terbuka dan BUMN di Indonesia tidak memperkecil perilaku tidak etis manajemen dan KKA. Keadaan demi-kian tidak berbeda dengan kondisi di Enron sebagaimana yang dilaporkan Dallas (2002). Dallas (2002) mendeskripsikan bahwa ke-tika uang dan profitabilitas semata dijadi-kan sebagai standar kompensasi (tanpa dikontrol dengan sistem budaya yang ber-basis etika), maka anggota organisasi hanya tertarik untuk memperoleh keuntungan finansial yang semakin meningkat dan hal demikian mengakibatkan karyawan se-makin berani melakukan perilaku tidak etis (Dallas, 2002).
Temuan penelitian ini mendukung ana-lisis Luthans (2002) yang menegaskan bah-wa rencana tunjangan yang fleksibel dan yang bergantung pada kinerja berpengaruh terhadap semakin baiknya kinerja karyawan dan kesadaran untuk mencapai kinerja. Mendukung temuan tersebut Abdullah (2006) melaporkan dalam hasil penelitian-nya bahwa kompensasi ataupun remunerasi direktur berpengaruh terhadap efekti-vitas pengelolaan organisasi.
Hasil uji hipotesis berikutnya menunjuk kan bahwa H4 diterima (Tabel 1) berarti data empiris mendukung hipotesis yang mengatakan sistem kompensasi ber-pengaruh terhadap KKA.
Temuan penelitian ini tidak konsisten dengan temuan empirik yang diinfor-masikan Wilopo (2006). Penelitian Wilopo (2006) menunjukkan bahwa pada peru-sahaan terbuka dan BUMN di Indonesia, pemberian kompensasi berupa uang dan promosi yang semakin meningkat tidak menurunkan KKA, terutama yang berupa kecenderungan untuk melakukan mani-pulasi, pemalsuan, atau perubahan akun-tansi dan dokumen pendukungnya. Hal tersebut terjadi karena sistem kompensasi yang berlaku tidak menghasilkan pen-dapatan yang sesuai dengan keinginan manajemen dan KKA yang dilakukan akan menjanjikan pendapatan yang lebih besar dari pada kompensasi yang semestinya.
Temuan penelitian ini konsisten dengan Erickson et al. (2004) yang melaporkan bahwa struktur kompensasi dapat diguna-kan sebagai alternatif untuk menurunkan tingkat kecurangan akuntansi, atau untuk meningkatkan kinerja dan kesadaran untuk mencapai kinerja. Hassan et al. (2003) juga melaporkan adanya hubungan antara remunerasi direktur dan profitabilitas meskipun terdeskripsi sebagai hubungan yang lemah, dan ada hubungan yang positif antara remunerasi direktur dengan per-tumbuhan dan ukuran perusahaan.
Pengaruh Ketatan aturan akuntansi terhadap Perilaku tidak Etis dan KKA
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa H5 diterima (Tabel 1), berarti data empiris mendukung hipotesis yang mengatakan ketaatan aturan akuntansi berpengaruh terhadap perilaku tidak etis. Hasil uji empiris tersebut konsisten dengan temuan penelitian sebelumnya bahwa ketidak-tepatan dalam mengikuti prosedur memiliki hubungan signifikan dengan budgetary slack.
Temuan penelitian ini konsisten dengan analisis di dalam teori keagenan. Healy dan Pelepu (2000) menunjukkan bahwa perilaku menyimpang dari aturan memiliki hubu-ngan positif dengan perilaku tidak etis sehingga semakin tinggi perilaku me-nyimpang dari prosedur yang telah diatur akan semakin tinggi pula timbulnya peri-laku agen atau pengelola yang tidak sesuai dengan fungsinya. Sebagaimana terbukti pada Perusahaan Hasil uji hipotesis berikut-nya menunjukkan bahwa H6 diterima (Tabel 1) berarti data empiris mendukung hipotesis yang mengatakan ketaatan ter-hadap aturan akuntansi berpengaruh ter-hadap KKA.
Hasil penelitian ini konsisten dengan Scott (2005) dan Albrecht and Albrecht (2003) yang menjelaskan bahwa perilaku menyimpang dari aturan berpengaruh ter-hadap pilihan kebijakan dan tindakan yang menguntungkan diri sendiri atau mengarah pada KKA (WangYue, 2006).

Pengaruh Perilaku Tidak Etis terhadap KKA.
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa H7 diterima (Tabel 1), berarti data empiris mendukung hipotesis yang mengatakan perilaku tidak etis berpengaruh terhadap KKA. Arah pengaruh tersebut adalah positif. Hasil uji empiris tersebut konsisten dengan temuan penelitian sebelumnya yang pada umumnya mengatakan bahwa kedua-nya berhubungan secara positif (Wang, 2006). Hasil studi empiris yang dilakukan oleh Dallas (2002) terhadap Enron, juga menunjukkan bukti bahwa perilaku yang terfokus pada uang sebagai tujuan akhir akan mengabaikan faktor nilai dan akan berakibat menghalalkan segala cara.
Hasil penelitian pada perusahaan publik dan BUMN di Indonesia pada tahun 2006 juga menunjukkan temuan yang konsisten dengan hasil penelitian ini. Wilopo (2006) melaporkan bahwa semakin tinggi perilaku tidak etis manajemen semakin tinggi pula KKA. Sehubungan dengan temuan tersebut, Wilopo (2006) menyarankan bahwa untuk mengurangi perilaku tidak etis dan KKA dapat dilakukan usaha meningkatkan efektivitas pengendalian internal, termasuk perbaikan hukum, perbaikan sistem penga-wasan dan pengendalian, serta pelaksanaan good governance.
Pengaruh KKA terhadap Akuntabilitas Kinerja
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa H8 tidak diterima (Tabel 1), berarti data empiris tidak mendukung hipotesis yang mengatakan KKA berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja.
Akuntabilitas kinerja merupakan bentuk prestasi organisasi yang dicapai melalui realisasi tanggung jawab pengelola atas amanah yang dipercayakan kepadanya. Akuntabilitas membawa efek tanggung jawab pengelola secara individu. Jika terjadi ketidakbenaran di dalamnya, akan membawa efek sebuah konsekuensi secara individu pula. Oleh karena itu, akuntabilitas kinerja menjadi cerminan kinerja para individu yang memperoleh delegasi we-wenang dan tugas untuk mengendalikan organisasi.
Selama ini, akuntabilitas kinerja terfokus pada bentuk pertanggungjawaban yang menginformasikan target fisik yang berhasil direalisasi dibandingkan rencana strategis yang dibuat. Bentuk tersebut tidak men-cakup kelayakan biaya yang digunakan untuk mendanai kegiatannya dan tidak mengandung informasi tentang bentuk-bentuk kinerja dari segi kualitas perilaku orangnya. Berkenaan dengan ini perlu dipertanyakan, apakah indikator-indikator akuntabilitas kinerja organsasi dalam bentuk yang telah ada selama ini masih tepat dalam mewadahi perkembangan dan kebutuhan pembinaan perilaku anggota organisasi ataukah malah memberikan peluang untuk menyembunyikan kemung-kinan terjadinya perilaku menyimpang dari aturan yang berlaku. Oleh karena itu, perlu dipikirkan penting tidaknya wujud baru akuntabilitas kinerja yang bisa mendorong terbentuknya budaya organisasi dan perilaku anggota organisasi yang memini-malkan KKA.
Hasil uji empiris dalam penelitian ini tidak konsisten dengan temuan penelitian sebelumnya yang pada umumnya mengata-kan bahwa KKA yang meningkat ber-pengaruh terhadap semakin menurunnya akuntabilitas kinerja.
ANALISIS JURNAL
a.       KKA dipengaruhi kejadiannya oleh faktor kesesuaian SPI, sistem kompen-sasi, ketaatan terhadap aturan, dan perilaku tidak etis. Dari keempat faktor tersebut ketaatan terhadap aturan dan perilaku tidak etis merupakan faktor yang berpengaruh positif.
b.      Kesesuaian SPI dan sistem kompensasi merupakan faktor yang berpengaruh negatif terhadap KKA.
c.       Perilaku tidak etis sebagai salah satu faktor kuat yang berpengaruh terhadap semakin naiknya KKA dipengaruhi kejadiannya oleh faktor kesesuaian SPI, sistem kompensasi, dan ketaatan ter-hadap aturan akuntansi.
d.      KKA berpengaruh terhadap akunta-bilitas kinerja tidak terbukti dalam penelitian ini. Kemungkinan hal ini di-sebabkan bahwa akuntabilitas yang dijaring belum menggambarkan akunta-bilitas yang sebenarnya, sebab akunta-bilitas diukur hanya berdasar hal-hal yang berhubungan dengan uang saja.
Pengukuran untuk semua variabel unobsevable didasarkan atas indikator pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di perusahaan yang memiliki tujuan utama mencari laba, sedangkan penelitian ini dilakukan pada lembaga pendidikan milik negara yang tidak memiliki prioritas pada tujuan mencari laba. Ketepatan indikator yang dipilih lebih didasarkan pada pertimbangan apakah indikator merupakan unsur pembentuk variabel secara tepat ataukah tidak. Mengingat ada perbedaan tujuan tersebut, pemilihan indikator sebaiknya juga didasarkan hasil studi di lapangan yang ditujukan untuk menguji ketepatan tiap indikator.